Banyak kaum muslimin yang memiliki pandangan bahwa berdirinya Negara atau daulah Islam adalah sebuah impian dalam arti yang sebenarnya, yaitu mimpi yang mengawang-awang. Artinya dalam benak kaum muslimin saat ini, keadaan dunia pada masa berdirinya Khilafah benar-benar persis seperti cerita dalam dongeng. Tidak ada penciri seorang pun tidak ada huru-hara sedikit pun bahkan tidak ada cekcok antara suami istri walau seharipun. Bahkan bila perlu tidak ada seekor nyamuk pun yang ada di masyarakat sehingga tidak ada yang digigit nyamuk. Untuk melengkapi keadaan yang seperti mimpi tersebut, kemudian digambarkan bahwa pemimpin pada masa itu adalah manusia super atau manusia yang bukan manusia biasa seperti Imam Mahdi atau Nabi Isa. Kedua tokoh tersebut memang dalam benak masyarakat adalah manusia super dan memiliki segudang kekuatan supranatural dan lain sebagainya. Dengan gambaran sistem Negara dan pemimpin yang demikian, kemudian proses berdirinya khilafah pun digambarkan penuh dengan mistik, out of mind dan penuh keajaiban. Artinya karena negaranya mistis, manusia biasa dan proses politik biasa tidak terlibat dalam proses tegaknya khilafah, dan manusia biasa tidak akan mampu menjadi khalifah.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari shahabat Hudzaifah Ibnul Yaman, bahwa kelak yang akan tegak dengan izin Allah adalah sebuah system khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah. Apa maksud dari sifat tersebut?. Artinya khilafah yang mengikuti manhaj (cara hidup) kenabian. Dengan kata lain masyarakat tersebut memiliki karakter sama dengan masa rasulullah . sifat utama. Dalam hal ketakwaan jama’i, ketundukan kolektif terhadap hukum Allah. Artinya cirri manhaj rasulullah adalah diterapkannya syari’at Islam secara kaffah. Berarti maksud dari hadist tersebut mengenai kondisi masyarakat pada masa rasulullah adalah dalam hal ketakwaan jama’i, (penerapan syari’ah) bukan ketakwaan individu (saja) atau dalam hal kondisi kemajuan teknologi.
Hadist tersebut juga menggambarkan bagaimana posisi khilafah yang nanti akan uncul di akhir zaman dengan kekhilafahan yang pernah muncul (khulafa’ur rasyidin). Menurut para ulama, berdasarkan hadist tersebut kita bisa mengambil beberapa pelajaran:
Pertama, Kebangkitan Islam Kedua (Khilafah Islam Kedua) tidak berbeda dengan yang Pertama. Artinya sama persis bagaimana pengangkatannya dan bai’at yang dilakukan terhadap khalifah. Semuanya bersifat manusiawi dan dilakukan oleh manusia juga.
Kedua, Kebangkitan Islam ini pasti akan terjadi sebagaimana yang Pertama. Artinya jika mengingkari kehadiran khalifah yang akan datang (khilafah kedua) sama dengan mengingkari kekhilafahan yang pernah ada (khulafa’ur rasyidin), dan sebaliknya.
Ketiga, Kebangkitan Islam Kedua ini adalah yang terakhir, karena rasulullah diam steleh mengucapkan kalimat yang terakhirnya.
Dalam sistem khilafah tersebut, Penerapan syari’ah dilakukan oleh seorang khalifah sebagai watak dari kaum muslimin sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Dahulu Bani Israil itu dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi mangkat, maka akan digantikan dengan nabi lain. Dan sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun setelahku dan akan muncul para khalifah yang banyak. Mereka bertanya: Lalu apakah yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi saw. menjawab: Setialah dengan baiat khalifah pertama dan seterusnya serta berikanlah kepada mereka hak mereka, sesungguhnya Allah akan menuntut tanggung jawab mereka terhadap kepemimpinan mereka. (Shahih Muslim No.3429). Jadi watak kehidupan kolektif umat nabi Muhammad adalah diatur dan dipimpin oleh seorang khlaifah. Dan khalifah tersebut wajib ditaati selama menerapkan syari’ah secara kaffah.
Adapun Kesejahteraan yang nanti akan diperoleh ketika tegaknya khilafah yang menerapkan syari’ah adalah sebagai konsekuensi dari dari ketakwaan jama’I tersebut. Allah berfirman:
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS. Al A’raf [7] : 96).
Yang dimaksud dengan beriman dan bertakwa dalam ayat tersebut adalah beriman dalam hal individu sekaligus jama’I. hanya dengan penerapan syari’ah yang kaffah lah kesejahteraan tersebut akakn terwujud-sebagaimana kelak yang akan terjadi pada masa khilafah ‘ala minhaji an-nubuwah.
Sebagai sebuah masyarakat yang menjadi bagian dari umat rasulullah, tentu saja umat pada masa tersebut masih terikat dengan al-Qur’an. Masyarakat tersebut juga mestinya masih akan mendapat musibah, cobaan dan lain sebagainya, sebagaimana manusia biasa. Allah berfirman
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan ( saja ) mengatakan : " kami telah beriman " , sedang mereka tidak diuji lagi ?. ankabut ayat 2
“..dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu , dengan sedikit ketakutan , kelaparan , kekurangan harta , jiwa dan buah - buahan . dan berikanlah berita gembira kepada orang - orang yang sabar.
Jadi masyarakat yang akan terbentuk adalah masyarakat yang manusiawi dalam segala hal. Cma yang berbeda adalah penerapan Islam secara kaffah dalam daulah khilafah. Dengan demikian khilafah
Merindukan khilafah sebagai sistem kehidupan manusiawi.
Merindukan khilafah dengan benar tergantung dari sejauh mana kita memahami konsep khilafah. Setidaknya Kunci dari sekian banyak kunci memahami konsep khilafah bisa kita perhatikan dua diantaranya:
Pertama, Pemahaman mengenai kedudukan al-qur’an dan hadist dan hukum-hukum di dalamnya dalam Islam. Orang yang beriman dan muslim pasti mengimani al-qur’an sebagai kitab suci. Apa inti dari keimanan terhadap al-qur’an? Yaitu mempercayainya sebagai perkataan Allah yang diturunkan sebagai wahyu kepada Rasulullah Muhammad melalui malaikat jibril. Bagi yang tidak mengimaninya maka terkategori kafir.
Dan tiadalah yang mengingkari ayat-ayat kami selain orang-orang kafir.( Al 'Ankabuut 47)
Iman kepada al-qur’an tidak hanya sampai kepada mengimaninya sebagai wahyu saja melainkan percaya bahwa qur’an lah aturan yang wajib diikuti dalam pengaturan perbuatan selama kehidupan. Apa isi al-qur’an dan Sunnah?. Jawabannya adalah aqidah dan syari’ah. Syari’ah mnegatur ketiga dimensi kehidupan yaitu dimensi ‘ubudiyah dengan Allah, akhlaq terhadap diri sendiri dan mu’amalah antarmanusia.
Kedua, Pemahaman cara rasulullah menerapkan al-qur’an tersebut. Seandainya sekulerisme diterima dalam islam maka di madinah akanada dua pemimpin dan juga dua jenis peradilan. Pemimpin agama dan peradilan agama dan pemimpin politik dan peradilan umum. Namun kita memang tidak menemukan fakta tersebut dalam daulah madinah. Justru negara terintergral dalam satu komando yang tidak membedakan pengaturan ketiga dimensi tersebut. Ketiganya diatur dengan syari’ah Allah. Rasulullah juga menegaskan bahwa bentuknya adalah imamah/ khalifah. Banyak yang berpendapat bahwa hadist tentang khilafah dan bai’at sudah tidak relevan lagi. Kita patut menannyakan kepada mereka pertanyaan sebagai berikut.
Pertama, jika perintah shalat adalah wajib, maka sampai kapan kah wajibnya? Tentu saja sampai hari kiamat. Lalu mengapa gilliran kewajiban membai’at khalifah dan khalifah mesti satu orang masa berlakunya tidak sampai hari kiamat?.
Kedua, jika khilafah sudah runtu, katakanlah tahun 1924, beranikah kita berkata bahwa semua hadist tentang khilafah, bai’at, larangan keluar dari jama’ah kaum muslimin (kekhilafahan) hanya berlangsung sampai tahun 1924. Atau hadist-hadist tersebut masa kadaluarsanya adalah tahun tersebut?. Bagi yang berani menjawab iya, maka hati-hatilah karena boleh jadi anda berbohong atas nama Rasulullah. Wallahu’alam bishshawab.

Leave a Reply