Jack dan Oskar adalah dua anak kembar identik yang dipisahkan sejak lahir namun bersatu kembali setelah mereka dewasa. Jack dibesarkan di luar Eropa oleh ayahnya yang beragama Yahudi, sedangkan Oskar dibesarkan di Jerman oleh neneknya yang beragama Katolik. Ternyata meski terpisah, dua manusia kembar ini memiliki kebiasaan dan sifat yang sama. Keduanya menyukai makanan yang pedas dan berbumbu, pelupa, dan sama-sama memiliki temperamen pemarah. Sebagai kembar identik, Oskar dan Jack memiliki gen yang sama (kembar monozigot berasal dari satu zigot atau satu sel telur).
Kisah tentang tentang Jack dan Oskar terjadi juga pada kembar Thomas Patterson dan StevenTazumi yang mendapat liputan oleh banyak media di berbagai tempat tidak lama setelah pertemuan pertama mereka pada tahun 1999 setelah terpisah selama 40 tahun lebih.
Hal yang sama juga terjadi pada kembar Lisa Ganz dan Debra, “Twins Separated at Birth in Japan Reunited 40 Years Later”.
Persamaan luar biasa yang terjadi di antara Tom Patterson dan Steve Tazumi menyulut kembalinya perdebatan lama yaitu lebih dominan genetik atau lingkungan (nature versus nurture). Mereka berdua memiliki keserupaan yang luar biasa, maka apakah itu berarti perilaku dan penampilan kita semata-mata didikte oleh genetik kita? Sementara persoalan ini telah menjadi salah satu pusat perhatian ilmu psikologi selama beberapa dekade belakangan ini.
Hasil-hasil riset yang telah banyak diterbitkan selama kurun 15 hingga 20 tahun terakhir telah sampai pada kesimpulan sementara, yakni: “Diri kita secara perilaku adalah dikendalikan 50% oleh gen kita dan 50% sisanya oleh lingkungan di mana kita hidup”. Ternyata kesimpulan sementara ini mesti diubah.
Pada masa sekarang terdapat beberapa bukti empiris yang menyatakan bahwa sistem otak berhubungan langsung dengan kepribadian (Gale, 1983).
Sebagai contoh Hans Eysenck mengaitkan introversi-ekstroversi langsung dengan sistem saraf pusat. Teorinya merupakan teori kepribadian yang didasarkan keadaan biologis. Ide dasarnya adalah bahwa orang ekstrovert relatif memiliki tingkat aktiviti otak yang rendah, oleh sebab itu mereka mencari stimulasi. Mereka ingin membuat segala hal menjadi “lebih menarik”.
Di sisi lain, orang introvert dikatakan memiliki tingkat aktivitas sistem saraf pusat yang lebih tinggi, sehingga mereka cenderung menghindari lingkungan sosial yang terlalu banyak memberikan stimulus (Eysenck, 1990).
Beberapa penelitian yang menggunakan electroencepbalography (EEG) juga mendukung model sistem saraf yang dikemukakan oleh Eysenck. Sebagai contoh, pada tingkat yang paling sederhana adalah orang ekstrovert biasanya menunjukkan aktiviti EEG yang lebih kecil daripada orang introvert (Eysenck, 1990; Gale, 1983; Pickering dan Gray, 1999).


Leave a Reply