Infeksi cacing pada usus halus yang biasanya ditandai dengan sedikit gejala atau tanpa gejala sama sekali. Cacing yang keluar bersama kotoran atau kadang keluar dari mulut, anus atau hidung adalah sebagai tanda awal adanya infeksi. Beberapa penderita menunjukkan gejala kelainan paru-paru (pneumonitis, sindroma Loffler) yang disebabkan oleh migrasi larva (terutama selama masa reinfeksi), biasanya ditandai dengan bersin, batuk, demam, eusinofilia darah dan adanya infiltrat paru-paru. Infeksi parasit yang berat dapat mengganggu penyerapan zat gizi makanan. Komplikasi serius, kadang fatal seperti ileus obstruktivus yang disebabkan oleh gumpalan cacing, terutama pada anak-anak; atau sumbatan pada organ yang berongga seperti pada saluran empedu, saluran pankreas atau usus buntu dapat terjadi yang disebabkan oleh cacing dewasa. Laporan terjadinya pankreatitis disebabkan oleh ascaris cenderung meningkat.
Diagnosa dibuat dengan menemukan telur pada kotoran atau ditemukannya cacing dewasa yang keluar dari anus, mulut atau hidung. Adanya cacing pada usus dapat juga diketahui dengan teknik pemeriksaan radiologi atau sonografi. Terkenanya paru-paru dapat diketahui dengan menemukan larva cacing ascaris pada sputum atau cucian lambung.
2. Penyebab penyakit.
Ascaris lumbricoides, cacing gelang yang berukuran besar yang ada pada usus manusia, Ascaris suum, parasit yang serupa yang terdapat pada babi, jarang namun bisa berkembang menjadi dewasa pada usus manusia, namun ia dapat juga menyebabkan “larva migrans”.
3. Distribusi penyakit.
Ascaris tersebar diseluruh dunia, dengan frekuensi terbesar berada di negara tropis yang lembab dimana angka prevalensi kadang kala mencapai diatas 50%. Angka prevalensi dan intensitas infeksi biasanya paling tinggi pada anak-anak antara usia 3 dan 8 tahun. Di Amerika Serikat, Ascaris umumnya ditemukan dikalangan imigran yang berasal dari negara berkembang.
4. Reservoir – Reservoir adalah manusia, telur ascaris ditemukan di tanah
5. Cara penularan.
Penularan terjadi karena menelan telur yang fertile dari tanah yang terkontaminasi dengan kotoran manusia atau dari produk mentah yang terkontaminasi dengan tanah yang berisi telur cacing. Penularan tidak terjadi langsung dari orang ke orang lain atau dari tinja segar ke orang. Penularan terjadi paling sering di sekitar rumah, dimana anak-anak, tanpa adanya fasilitas jamban yang saniter, mencemari daerah tersebut; infeksi pada anak kebanyakan karena menelan tanah yang tercemar. Tanah yang terkontaminasi telur cacing dapat terbawa jauh karena menempel pada kaki atau alas kaki masuk ke dalam rumah, penularan melalui debu juga dapat terjadi.
Telur mencapai tanah melalui tinja, dan berkembang (embrionasi); pada suhu musim panas mereka menjadi infektif setelah 2 – 3 minggu dan kemudian tetap infektif selama beberapa bulan atau beberapa tahun di tanah dalam kondisi yang cocok. Telur embrionasi yang tertelan menetas pada lumen usus, larva menembus dinding usus dan mencapai paru-paru melalui sistem sirkulasi. Larva tumbuh dan berkembang pada paru-paru; 9 – 10 hari setelah infeksi mereka masuk ke alveoli, menembus trakhea dan tertelan untuk mencapai usus halus 14 – 20 hari setelah infeksi, didalam usus halus mereka tumbuh menjadi dewasa, kawin dan mulai bertelur 45 – 60 hari setelah menelan telur yang terembrionasi.
6. Masa Inkubasi – siklus hidup membutuhkan 4 hingga 8 minggu untuk menjadi lengkap.
7. Masa Penularan
Cacing betina dewasa yang subur hidup di usus. Umur yang normal dari cacing dewasa adalah 12 bulan; paling lama bisa lebih dari 24 bulan, cacing betina dapat memproduksi lebih dari 200.000 telur sehari. Dalam kondisi yang memungkinkan telur dapat tetap bertahan hidup di tanah selama bertahun-tahun.
8. Kerentanan dan Kekebalan– semua orang rentan terhadap infeksi ascaris.
9. Cara Cara Pemberantasan
A. Cara Cara Pencegahan :
1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menggunakan fasilitas jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
2) Sediakan fasilitas yang cukup memadai untuk pembuangan kotoran yang layak dan cegah kontaminasi tanah pada daerah yang berdekatan langsung dengan rumah, terutama di tempat anak bermain.
3) Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum yang konstruksinya sedemikian rupa sehingga dapat mencegah penyebaran telur Ascaris melalui aliran air, angin, dan lain-lain. Kompos yang dibuat dari kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk kemungkinan tidak membunuh semua telur.
4) Dorong kebiasaan berperilaku higienis pada anak-anak, misalnya ajarkan mereka untuk mencuci tangan sebelum makan dan menjamah makanan.
5) Di daerah endemis, jaga agar makanan selalu ditutup supaya tidak terkena debu dan kotoran. Makanan yang telah jatuh ke lantai jangan dimakan kecuali telah dicuci atau dipanaskan.
B. Pengawasan Penderita, Kontak & Lingkungan Sekitarnya :
1. Laporan kepada instansi kesehatan setempat : laporan resmi biasanya tidak dilakukan, Kelas 5 (lihat Petentang pelaporan penyakit menular).
2. Isolasi : tidak perlu.
3. Disinfeksi serentak : pembuangan kotoran pada jamban yang saniter.
4. Karantina : tidak diperlukan.
5. Imunisasi : tidak ada.
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi : cari & temukan penderita lain yang perlu diberpengobatan. Perhatikan lingkungan yang tercemar yang menjadi sumber infeksi terutama disekitar rumah penderita.
7. Pengobatan spesifik : Mebendazole (Vermox®) dan albendazole (Zentel®) (juga efektif terhadap Trichuris trichiura dan cacing tambang, lihat Trichuriasis & cacing tambang). Kedua obat tersebut merupakan kontraindikasi untuk diberikan selama kehamilan. Penyimpangan migrasi dari cacing ascaris telah dilaporkan setelah pemberian terapi Mebendazole; namun hal ini dapat juga terjadi dengan terapi obat yang lain atau penyimpangan migrasi dapat juga terjadi secara spontan pada infeksi yang berat. Pyrantel pamoate (Antiminth®, Combantrin®) juga efektif diberikan dalam dosis tunggal (obat ini dapat juga dipakai untuk cacing tambang, tapi tidak untuk T. Trichiura).
C. Tindakan Penanggulangan Wabah : lakukan survei prevalensi di daerah endemis tinggi, berikan penyuluhan pada masyarakat tentang sanitasi lingkungan dan higiene perorangan dan sediakan fasilitas pengobatan.
Taeniasis
1. Identifikasi penyakit
Taeniasis adalah suatu infeksi pada saluran pencernaan oleh cacing taenia dewasa; sistiserkosis adalah penyakit/infeksi yang terjadi pada jaringan lunak yang disebabkan oleh larva dari salah satu spesies cacing taenia yaitu spesies Taenia solium. Gejala-gejala klinis dari penyakit ini jika muncul sangat bervariasi seperti, gangguan syaraf, insomnia, anorexia, berat badan yang menurun, sakit perut dan atau gangguan pada pencernaan. Terkecuali merasa terganggu dengan adanya segmen cacing yang muncul dari anus, kebanyakan penyakit ini tidak menunjukkan gejala. Taenasis biasanya tidak fatal, akan tetapi pada stadium larva cacing Taenia solium mungkin menyebabkan sistiserkosis yang fatal.
Larva penyebab sistiserkosis pada manusia adalah larva dari cacing Taenia solium pada babi, sistiserkosis ini dapat menimbulkan penyakit yang serius biasanya menyerang SSP. Jika telur atau proglottids dari cacing yang berada dalam daging babi termakan atau tertelan oleh manusia, maka telur tersebut akan menetas pada usus halus dan selanjutnya larva tersebut akan migrasi ke jaringan tubuh yang lunak seperti jaringan bawah kulit, otot, jaringan tubuh lain dan organ-organ vital dari tubuh manusia yang kemudian membentuk sistisersi. Akibat buruk mungkin terjadi jika larva cacing tersebut tersangkut pada jaringan mata, SSP atau jantung. Jika pada sistiserkosis somatik ini muncul gejala antara lain gejala seperti epilepsi, sakit kepala, tanda tanda kenaikan tekanan intracranial atau gangguan psikiatri yang berat maka besar kemungkinan sistiserkosis ada pada SSP. Neurocysticercosis dapat menyebabkan cacat yang serius akan tetapi CFR nya rendah.
Diagnosis penyakit dapat dibuat dengan menemukan dan mengidentifikasi proglottids (segmen), telur atau antigen dari cacing dalam tinja atau dengan cara apus dubur. Bentuk telur cacing Taenia solium dan cacing Taenia saginata sukar dibedakan. Diagnosa spesifik dilakukan dengan cara membedakan bentuk scolex (kepala) dan atau morfologi dari proglottid gravid.
Tes serologis spesifik akan sangat membantu dalam mendiagnosa sistiserkosis. Untuk mengetahui adanya sistisersi pada jaringan bawah kulit dengan visual atau preparat diagnosa pasti dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dari spesimen yang diambil dari jaringan sistiserasi. Sistisersi yang terdapat di jaringan otak dan jaringan lunak lain dapat didiagnosis dengan menggunakan CAT scan atau MRI, atau dengan X-ray jika sistisersi tersebut mengalami kalsifikasi.
2. Penyebab penyakit
Penyebab penyakit adalah Taenia solium biasanya terdapat pada daging babi, dimana cacing tersebut dapat menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan (oleh cacing dewasa), dan bentuk larvanya dapat menyebabkan infeksi somatik (sistisersi). Cacing Taenia saginata, pada daging sapi hanya menyebabkan infeksi pada pencernaan manusia oleh cacing dewasa.
3. Distribusi penyakit
Penyakit ini terserbar di seluruh dunia, sering dijumpai di daerah dimana orang-orang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi daging sapi atau babi mentah atau yang dimasak tidak sempurna, dimana kondisi kebersihan lingkungannya jelek sehingga babi, dan sapi makanannya tercemar dengan tinja manusia. Angka kejadian paling tinggi dari penyakit ini adalah di negara-negara seperti Amerika Latin, Afrika, Asia Tenggara, dan negara-negara di Eropa Timur, dan infeksi sering dialami oleh para imigran yang berasal dari daerah tersebut. Penularan T. solium jarang terjadi di Amerika, Kanada, dan jarang sekali terjadi di Inggris, dan di negara-negara Skandinavia. Penularan oro fekal oleh karena kontak dengan imigran yang terinfeksi oleh T. solium dilaporkan terjadi dengan frekuensi yang meningkat di Amerika. Para imigran dari daerah endemis nampaknya tidak mudah untuk menyebarkan penyakit ini ke negara-negara yang kondisi sanitasinya baik.
4. Reservoir
Manusia merupakan hospes definitif kedua spesies Taenia; sedangkan sapi merupakan hospes perantara untuk spesies Taenia saginata dan babi merupakan hospes perantara untuk spesies Taenia solium.
5. Cara-cara penularan
Telur T. saginata yang dikeluarkan lewat tinja orang yan terinfeksi hanya bisa menular kepada sapi dan didalam otot sapi parasit akan berkembang menjadi Cysticercus bovis, stadium larva dari T. saginata. Infeksi pada manusia terjadi karena orang tersebut memakan daging sapi mentah atau yang dimasak tidak sempurna yang mengandung Cysticerci; di dalam usus halus cacing menjadi dewasa dan melekat dalam mukosa usus. Begitu juga infeksi T. solinum terjadi karena memakan daging babai mentah atau yang dimasak kurang sempurna (“measly pork”) yang mengandung cysticerci; cacing menjadi dewasa didalam intestinum.
Namun, cysticercosis dapat terjadi secara tidak langsung karena orang tersebut menelan minuman yang terkontaminasi atau secara langsung dari tinja orang yang terinfeksi langsung kemulut penderita sendiri (aoutoinfeksi) atau ke mulut orang lain. Apabila telur T. solinum tertelan oleh manusia atau babi, maka embrio akan keluar dari telur, kemudian menembus dinding usus menuju ke saluran limfe dan pembuluh darah selanjutnya dibawa keberbagai jaringan dan kemudian berkembang menjadi cysticercosis.
6. Masa inkubasi
Gejala dari penyakit cysticercosis biasanya muncul beberapa minggu sampai dengan 10 tahun atau lebih setelah seseorang terinfeksi. Telur cacing akan tampak pada kotoran orang yang terinfeksi oleh Taenia solium dewasa antara 8 – 12 minggu setelah orang yang bersangkutan terinfeksi, dan untuk Taenia saginata telur akan terlihat pada tinja antara 10-14 minggu setelah seseorang terinfeksi oleh Taenia saginata dewasa.
7. Masa penularan
Taenia saginata tidak secara langsung ditularkan dari orang ke orang, akan tetapi untuk Taenia solium dimungkinkan ditularkan secara langsung. Telur dari kedua spesies cacing ini dapat menyebar ke lingkungan selama cacing tersebut masih ada di dalam saluran pencernaan, kadang-kadang dapat berlangsung lebih dari 30 tahun; telur cacing tersebut dapat hidup dan bertahan di lingkungan selama beberapa bulan.
8. Kerentanan dan kekebalan
Umumnya setiap orang rentan atau berisiko terhadap infeksi penyakit ini. Setelah infeksi tidak terbentuk kekebalan terhadap cacing ini, akan tetapi jarang di laporkan ada orang yang mengandung lebih dari satu jenis cacing pita dalam tubuhnya.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara pencegahan
Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan kesehatan untuk mencegah terjadinya pencemaran/kontaminasi tinja terhadap tanah, air, makanan dan pakan ternak dengan cara mencegah penggunaan air limbah untuk irigasi; anjurkan untuk memasak daging sapi atau daging babi secara sempurna.
Lakukan diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita. Lakukan kewaspadaan enterik pada institusi dimana penghuninya diketahui ada menderita infeksi T. solium untuk mencegah terjadinya cysticercosis. Telur Taenia solium sudah infektif segera setelah keluar melalui tinja penderita dan dapat menyebabkan penyakit yang berat pada manusia. Perlu dilakukan tindakan tepat untuk mencegah reinfeksi dan untuk mencegah penularan kepada kontak.
Daging sapi atau daging babi yang dibekukan pada suhu di bawah minus 5oC (23oF) selama lebih dari 4 hari dapat membunuh cysticerci. Radiasi dengan kekuatan 1 kGy sangat efektif.
Pengawasan terhadap bangkai sapi atau bangkai babi hanya dapat mendeteksi sebagian dari bangkai yang terinfeksi; untuk dapat mencegah penularan harus dilakukan tindakan secara tegas untuk Membuang bangkai tersebut dengan cara yang aman, melakukan iradiasi atau memproses daging tersebut untuk dijadikan produk yang masak.
Jauhkan ternak babi kontak dengan jamban dan kotoran manusia.
B. Pengawasan terhadap penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya.
1) Laporan ke dinas Kesehatan setempat: Dilaporkan secara selektif, kelas 3C (lihat tentang laporan penyakit menular).
2) Isolasi: Tidak dianjurkan. Kotoran orang yang terinfeksi Taenia solium yang tidak diobati dengan baik dapat menular.
3) Disinfeksi serentak: Buanglah kotoran manusia pada jamban saniter; budayakan perilaku hidup bersih dan sehat secara ketat seperti membiasakan cuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar khsususnya untuk mencegah infeksi cacing Taenia solium.
4) Karantina: Tidak di lakukan
5) Immunisasi terhadap kontak: Tidak ada.
6) Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Lakukan evaluasi terhadap kontak yang menunjukkan gejala.
7) Pengobatan spesifik: Praziquantel (Biltricide®) efektif untuk pengobatan T. saginata dan Taenia solium. Niclosamide (Niclocide®, Yomesan®) saat ini sebagai obat pilihan kedua kurang cukup tersedia secara luas dipasaran. Untuk cysticercosis tindakan operasi (bedah) dapat menghilangkan sebagian dari gejala penyakit tersebut. Pasien dengan cysticercosis SSP harus diobati dengan praziquantel atau dengan albendazole di rumah sakit dengan pengawasan ketat; biasanya diberikan kortikosteroid untuk mencegah oedem otak pada penderita cysticerci.
C. Penanggulangan wabah: Tidak ada
D. Implikasi untuk menjadi bencana: Tidak ada
E. Tindakan internasional: Tidak ada